Sengketa Waris di Pengadilan Agama

You are here:

Di Indonesia, kerap sekali terjadi sengketa waris, perselisihan mengenai waris pada umumnya terjadi setelah Pewaris meninggal dunia. Sepatutnya setelah Pewaris meninggal dunia, permasalahan waris harus sudah diselesaikan agar tidak menjadi beban bagi almarhum (Pewaris), akan tetapi sering kita jumpai mengenai masalah waris yang sudah bertahun-tahun lamanya. Tentunya hal ini akan sangat merugikan Pewaris(almarhum) dan perselisihan yang berkepanjangan diantara ahli waris.

Permasalahan waris bagi umat islam telah diatur sedemikan rupa dalam Al-Quran dan seharusnya setelah Pewaris meninggal dunia, pembagian waris harus segera diselesaikan agar tidak terjadi masalah dikemudian hari. Akan tetapi sering kita jumpai perselisihan ahli waris yang tidak berujung, dimana masing-masing ahli waris bersikukuh baik mengenai siapa saja yang berhak menjadi ahli waris atau mengenai masalah pembagian ahli waris. Indonesia memiliki aturan yang diadopsi dalam hukum islam, yaitu Kompilasi Hukum Islam (KHI) dimana dalam KHI ini telah diatur sedemikian rupa mengenai siapa saja ahli waris yang berhak dan tentang pembagian harta waris.

Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam pengurusan masalah kewarisan sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia, salah satunya adalah sebagai berikut :

  1. Harta peninggalan sebelum dibagi sebagai harta waris terlebih dahulu harus diselesaikan masalah hutang piutang pewaris (yang meninggal) dan biaya pemakaman serta wasiat yang dibolehkan (bila ada). Disamping itu bila si mayit meninggalkan istri (janda) atau suami (duda) dan masih terikat perkawinan perlu dipisahkan lebih dahulu antara harta bawaan (harta yang dipunyai sebelum menikah) dan harta bersama (harta yang diperoleh setelah pernikahan atau harta gono-gini). Sesuai dengan hukum bahwa harta bersama/gono-gini dibagi menjadi dua bagian, separuhnya adalah milik suami dan separuhnya milik istri.
  2. Jadi yang menjadi Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah(tajhis), pembayaran hutang dan pemberian kerabat (Pasal 171 butir e KHI ).
  3. Kerabat yang tidak memperoleh bagian waris, ANAK ANGKAT atau ORANG TUA ANGKAT dapat memperoleh bagian sebagai HIBAH (ketika pewaris masih hidup) atau sebagai WASIAT WAJIBAH, atau diberi bagian yang tidak boleh lebih dari 1/3 harta warisan sesuai ketentuan pasal 194 s/d 214 KHI.
  4. Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya (pasal 183).
  5. Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian warisan. (pasal 188).

Berdasarkan ketentuan diatas, apabila terjadi perselisihan mengenai ahli waris atau pembagian harta waris, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan masalah waris ke Pengadilan Agama dan memintakan Pengadilan Agama untuk melakukan pembagian waris sesusai dengan aturan yang berlaku.

Kami menerima konsultasi tentang masalah hukum waris dan perselisihan atau sengketa waris, silahkan hubungi ceraibandung.com melalui telepon +62 812-83-01-02-03 atau email ke info@ceraibandung.com